Pada
tulisan sebelumnya, saya sudah membahas mengenai kekuasaan dan saat ini akan
saya bahas hal yang sangat berkaitan dengan kekuasaan, yaitu kepemimpinan. Dalam
suatu organisasi, kepemimpinan merupakan faktor utama yang mendukung kesuksesan
organisasi dalam mencapai tujuan. Lalu apa itu kepemimpinan itu?
I. Definisi
Menurut
Bennis kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang agen mempengaruhi
bawahannya untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sedangkan menurut Kencana (dalam Fitriani)
pemimpin adalah “orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan
komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan
tertentu”. Untuk lebih jelasnya dalam memahami kepemimpinan, dapat dilihat dari
teori model kepemimpinan dibawah ini
II. Teori kepemimpinan partisipatif
Dicirikan oleh:
a. Pemimpin dan bawahan sama-sama
terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata
lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran
dan pendapat dari bawahan.
b.
Pemimpin
memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan.
c.
Hubungan
dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan
dan saling mempercayai.
d. Motivasi
yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Ada
beberapa teori kepemimpinan yang termasuk ke dalam model ini, yaitu :
a. Teori X dan Y dari Douglas Mc. G
Douglas McGregor mengemukakan dua
pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif,
yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori
Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang
dipegang para manajer adalah sebagai berikut:
- Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja, dan bila dimungkinkan akan mencoba menghindarinya.
- Karena karyawan ridak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
- Karyawan akan menghindari tanggungjawab dan mencaripengarahan formal bila mungkin. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
Terkait
dengan gaya kepemimpinan, teori X McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang
otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan
pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan
bawahannya. Untuk memantau kinerjabawahan, para pemimpin ini menugaskan staf
mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengawasan
secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang
diinginkan adalah: gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan ketat.
Kontras
dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat
asumsi positif, yang disebutnya sebagai Teori Y:
- Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bermain.
- Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran.
- Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab.
- Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisis manajemen.
b. Teori sistem empat dari Rensis
Linkert
Likert
menemukan empat gaya atau sistem manajerial yang berdasarkan pada suatu
analisis atas delapan variabel manajerial, yaitu : (1) kepemimpinan, (2)
motivasi, (3) komunikasi, (4) interaksi, (5) pengambilan keputusan, (6)
penentuan tujuan, (7) pengendalian, dan (8) kinerja. Likert membagi gaya manajerial
tersebut sebagai berikut:
·
Penguasa
Mutlak (explotive-authoritative)
Gaya ini berdasarkan pada asumsi Teori X McGregor. Manajer /
pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan
bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut,
ancaman, dan hukuman. Interaksi atasan-bawahan amat sedikit, semua keputusan
berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan
perintah.
·
Penguasa
Semi Mutlak (benevolent-authoritative
Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi
mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan
bawahan, namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi
dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas
dan terus terang.
·
Penasihat
(consultative)
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat
pribadi sampai tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi.
Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit
penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh
kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak, dan keyakinan kepada pegawai.
·
Pengajak
Serta (participate)
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi
berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala
arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi
dengan bebas, terbuka, dan berterus terang, hampir tanpa rasa takut terhadap
hukuman.
Hal
pokok dalam teori sistem Likert adalah pengambilan keputusan Sistem 4 (pengajak
serta), dengan tingkat peran serta pegawai yang paling tinggi, menghasilkan tingkat
produktivitas yang paling tinggi pula. Penelitian Likert menunjukkan bahwa kebanyakan
organisasi lebih menyukai Sistem 4, tetapi sayang kenyataannya mereka menggunakan
Sistem 1.
c. Theory of leadership pattern choice
dari Tannenbaum & Scmidt
Berkaitan
dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat
demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan
kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum
perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya
demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada
bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan
kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para
penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola
kepemimpinan, yaitu kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai),
kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari
pemimpin), kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh
tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan
gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses
pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang
ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi)
pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh
pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat
(gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara
proporsional.
1.
Kepemimpinan
Pola : “Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang
ditentukan oleh superior.”
2.
Kepemimpinan
Pola : “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat
keputusan.”
3.
Kepemimpinan
Pola : “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka
pemimpin membuat keputusan.”
4.
Kepemimpinan
Pola : “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat
berubah oleh kelompok.”
5.
Kepemimpinan
Pola : “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
6.
Kepemimpinan
Pola : “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa
keputusan yang benar.”
7.
Kepemimpinan
Pola : “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
III. Modern Choice Approach to
participation
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan
salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga
teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi
tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak
untuk setiap situasi. Vroom
dan Yetton mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama:
metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon
keputusan (decision tree). Lima tipe kunci metode kepemimpinan yang
teridentifikasi :
·
Autocratic
I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada
pemimpin.
·
Autocratic
II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh
anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian
informasi yang mereka berikan.
·
Consultative
I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui
ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu
membuat keputusan.
·
Consultative
II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat
diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
· Group
II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok,
serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
IIV. Contingency theory dari Fiedl
Model ini menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan
perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit. Fiedler
memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- ask structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task.
- leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
§ legitimate power :adanya kekuatan legal pemimpin.
§ reward power :kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan.
§ coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan
ancaman.
§ expert power :kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya.
§ referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan
menyukai pemimpinnya.
§ information power : pemimpin
mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
V. Path
goal theory
Path-Goal Theory atau model
arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan
sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin
memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para
pengikutnya. Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat
diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah
sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif. Menurut model ini, pemimpin
menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan
untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
Referensi
:
Izzaty, Khairina Nur.(2011). Pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas sumber daya manusia terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja badan layanan umum. Skripsi (tidak
diterbitkan). Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/teori-kepemimpinan/
http://tinherniyani.trigunadharma.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/CHAPTER-9-Kepemimpinan.pdf
0 komentar:
Posting Komentar